Today Quotes : “Rasakan semua, demikian pinta sang hati. Amarah atau asmara, kasih atau pedih, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan inilah hatiku, pada dini hari yang hening. Bening. Apa adanya.” #Rectoverso
Giusto odio dignissimos Omnis dolor repellendus Olimpedit quo minus Itaque earum rerum

Senin, 10 Februari 2014

Rabbit begitu aku menyebutnya seorang bocah perempuan kecil yang sangat aku kagumi saat itu !, dan sekarang dia sudah dewasa jauh dari sifat kekanak-kanakan, jika ada yang bertanya mengapa aku kagum padanya ? mungkin 10 taun lalu bisa menjelaskannya, dan mungkin karena dia satu2 nya orang yang membuat ku selalu tersenyum, bagaimana tidak ? tingkah nya yang terkadang dingin dan sering sekali cembetut jika kami teman2 lelaki masa kecilku menyebut nya rabit ! pernah suatu saat , kami mengejeknya ya memang kami terlanjur amat kelewatan, saat itu dia menangis, ntah apa yang ku pikirkan, di saat teman2 ku tertawa terbahak2 , saat itu aku tiba2 berbeda pendapat tidak seperti biasanya, aku merasa menyesal aku merasa keterlaluan saat itu, ntah kenapa ada perasaan sakit yang tidak terampuni saat mengejeknya, aku menoleh padanya dia masih menangis tersedu2 di dampingi teman wanita nya, “ ya ampun ? apa ini perasaan apa ini ? mengapa begitu sakit melihatnya “ sesaat aku bertanya2 kepada diri sendiri, ya ! aku harus minta maaf, harus ! tapi di sisi lain aku berfikir terlalu cemas, “hmmm.. kayanya gw ga bakal di maafin deh ” tiba2 seseorang menghampiri ku “ heh lo emg keterlaluan tuh liat dia sampe nangis” seorang temannya menegur ku, “ iya gw juga liat ko” dengan tenang aku menjawab, padahal di sisi lain aku menyembunyikan perasaan cemasku...




to be continued ..




Selasa, 29 Oktober 2013


ELLIOTT SMITH

"Between The Bars"


Drink up baby, stay up all night
With the things you could do
You won't but you might
The potential you'll be that you'll never see
The promises you'll only make
Drink up with me now
And forget all about the pressure of days
Do what I say and I'll make you okay
And drive them away
The images stuck in your head

The people you you've been before
That you don't want around around anymore
That push and shove and won't bend to your will
I'll keep them still

Drink up baby, look at the stars
I'll kiss you again between the bars
Where I'm seeing you there with your hands in the air
Waiting to finally be caught
Drink up one more time and I'll 
make you mine
Keep you apart, deep in my heart
Separate from the rest, where I like you the best
And keep the things you forgot

The people you've been before
That you don't want around anymore
That push and shove and won't bend to your will
I'll keep them still


Kamis, 19 September 2013



"Begitu banyak orang hidup dalam keadaan yang tidak menyenangkan, namun tidak sedikit dari mereka, tidak mengambil inisiatif untuk mengubah situasi mereka karena mereka dikondisikan untuk hidup aman, kesesuaian, dan konservatisme, yang semuanya mungkin tampak memberikan ketenangan pikiran, tetapi dalam kenyataannya tidak lebih dari merusak jiwa petualang, dari diri  manusia pada masa depan yang aman. inti sangat dasar dari semangat hidup seorang pria adalah semangat untuk petualangan. sukacita kehidupan berasal dari pertemuan kami dengan pengalaman baru, dan karenanya tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada memiliki cakrawala tanpa henti untuk berubah, untuk setiap hari, memiliki matahari baru dan berbeda " Chris Mc. Candless "Into The Wild"

Jumat, 19 Juli 2013

Duniaku wajar. Ada satu matahari di siang hari yang masih terbit dari timur dan tenggelam di barat. Sesekali matahari itu tak tampak karena tertutup mendung. Ada satu bulan di malam hari yang masih selalu berdampingan di satu bentangan langit yang sama bersama matahari, setiap fajar dan senja. Bulan itu kadang tak tampak karena tertutup mendung. Kadang bintang-bintang terlalu cantik dan membuat perhatian bumi kepada bulan teralih. Di duniaku, gelombang yang pecah di garis pantai masih putih.

Duniaku homogen. Ia hanya punya satu musim, yaitu musim gugur. Angin sepoi-sepoi berhembus sepanjang tahun. Udara tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Tanah dan kursi-kursi taman dipenuhi warna merah bata dan cokelat dari daun-daun yang menyerah bergelantungan di dahan pohon-pohon.

Duniaku sederhana. Isinya tidak ramai, hanya beirsi beberapa orang yang memang adalah segalanya bagiku. Hanya merekalah yang mengisi penglihatanku di segala penjuru kehidupan yang aku miliki. Mereka sering membisikkan hal-hal ajaib yang selalu mampu menuntunku melakukan apa yang aku tidak tahu harus aku lakukan. Suara-suara lembut mereka mengisi seluruh atmosfer dan menjadi energi bagiku untuk melangkah dalam hal apapun itu.

"Tutuplah matamu dan tersenyumlah, karena aku mencintaimu."

Itu kalimat yang sering dibisikkan oleh Lila, salah satu orang yang ada di dalam duniaku. Dia kekasihku. Dialah yang hampir selalu menemaniku. Rambutnya panjang hampir mencapai pinggang. Hitam dan ikal bagian bawahnya. Matanya besar dan bulu matanya lentik sejak ia lahir. Telapak tangannya lembut, namun genggamannya jauh lebih lembut. Di atas semua itu, pelukannya-lah yang paling lembut.

"Teruslah berjalan, Nak. Ibu dan Tissa menunggumu pulang."

Itu suara ibuku yang sering ia perdengarkan di telingaku. Ibu dan adikku, Tissa, adalah dua orang lain yang mengisi duniaku. Dua orang yang mencintaku dengan segala kehidupannya. Dua orang yang lebih aku cintai daripada kehidupanku sendiri. Mereka adalah rumah paling mewah yang akan kujadikan tujuan selamanya, dan jangan tanyakan tentang ayahku. Aku tak tahu apa-apa tentangnya.

"Melompatlah dalam kebahagiaan. Kami ada di atas sana bersama mimpi-mimpimu dan kami siap menangkapmu."

Itu suara bisikan teman-temanku. Jumlah mereka tak banyak. Kami seringkali berenam. Aku tak perlu menjelaskan nama mereka satu demi satu, karena arti keberadaan mereka lebih dari sekadar nama yang mampu selalu diingat sepanjang hayat. Mereka saudara-saudara tempatku berpulang selama bertahun-tahun terakhir. Mereka pelarian ternyaman dari semua kerumitan hidup yang aku alami. Hampir semua waktuku aku habiskan bersama mereka, bahkan ketika aku sedang bersama Lila.

"Kak, tertawalah. Kami senang bersamamu."

Itu kalimat yang keluar dari bibir-bibir mungil sekelompok anak kecil yang tak mau berhenti bermain. Mereka ada sembilan orang. Semuanya berumur tak lebih dari lima tahun. Mereka tak lelah memamerkan deretan gigi mereka yang belum lengkap dan tak lelah memperebutkan bagian tubuhku untuk dipeluk. Setiap saat aku mendapati kebahagiaan ditodongkan kepadaku oleh mereka.

____________________________________________


Sore ini aku duduk di pinggir jalan raya. Matahari hampir menyerah pada garis cakrawala. Sebentar lagi adzan Maghrib berkumandang. Rasanya sore ini sepi sekali. Tak ada siapapun terlihat olehku. Tidak satupun dari penghuni duniaku. Kendaraan dengan berbagai jumlah roda lalu-lalang di depanku. Ribut sekali suara mesin kendaraan, tapi tak ada satupun bisikan merdu orang-orang terbaikku terdengar di telingaku. Aku tak tahu harus melakukan apa. Semuanya seakan kosong. Asap knalpot kendaraan-kendaraan itu menyesakkan. Kepalaku terasa agak berat, dan sepertinya sore ini bukan musim gugur. Ini bukan duniaku.

Tiba-tiba kepalaku terasa berkabut. Ada sekelebat bayangan tentang berbagai macam hal yang bercampur aduk tidak karuan di dalam pikiranku. Aku seperti sedang menonton sebuah film. Rekaman potongan-potongan gambar itu diputar dengan kecepatan tinggi dan membuatku pusing. Namun aku masih bisa melihat dengan baik semua isi gambar yang diputar.

Di film dalam pikiranku itu, aku melihat diriku. Aku adalah mahasiswa tingkat akhir yang telah memasuki tahun keempat kuliah. Aku sedang menyelesaikan tugas akhirku. Aku memilih mengisi waktu luang kuliahku dengan mengajar di sebuah PAUD sebagai tenaga bantu. Anak didik yang aku tangani ada sembilan orang dan umur mereka tak lebih dari lima tahun. Aku sangat bahagia menjalaninya.

Di gambar lain dalam film itu, aku melihat Lila, kekasihku. Dia sedang duduk bersamaku, saling menggenggam tangan. Aku juga melihat kelima teman dekatku yang semuanya laki-laki. Kami sedang berkumpul dan berbagi canda seperti bagaimana kami biasa membunuh waktu. Lalu tiba-tiba gambar itu berubah menjadi sebuah kecelakaan hebat. Aku dan kelima temanku beserta Lila sedang di dalam perjalanan liburan. Kami mengendarai mobil ke luar kota. Ketika malam mulai melarut dan jalanan semakin sepi, mobil kami yang melaju entah pada kecepatan berapa itu tiba-tiba kehilangan kendali. Dewa, salah satu temanku yang memegang kemudi tak sadarkan diri. Mobil kami masuk ke sebuah jurang dan mengalami hantaman keras serta terguling hebat. Semua orang di dalam mobil itu meninggal di tempat, kecuali aku.

Di dalam film itu, aku melihat diriku begitu tertekan. Orang-orang terdekatku hilang dari sisiku dalam satu malam yang sama, untuk selamanya. Aku sempat mengurung diri selama sebulan dan tak mau melakukan apapun. Keseharianku hanya diisi dengan mengajar, karena bertemu anak-anak kecil itulah satu-satunya caraku berbahagia dan mengobati diri. Meskipun begitu, ternyata aku tak pernah bisa benar-benar sembuh. Rasanya tak akan ada yang mampu membuatku lebih tertekan lagi.

Ternyata aku salah. Ada yang mampu membuatku lebih tertekan. Di film itu, aku melihat gambar yang lebih menyakitkan. Dalam waktu satu bulan setelah kecelakaan maut yang aku alami, aku mendapat kabar dari kampung halamanku. Bukan kabar dari ibu dan adikku, melainkan kabar tentang ibu dan adikku. Kabar buruk. Aku diberitahu bahwa ibu dan adikku meninggal. Aku segera pulang dengan berderai-derai air mata sepanjang perjalanan. Sampai di rumah aku malah menemukan kabar yang lebih buruk. Kata tetanggaku, semalam rumahmu dibobol maling keji. Ia memperkosa ibuku lalu membunuhnya beserta adikku yang sedang menangis meraung-raung di sampingnya. Mataku sepertinya akan segera mengeluarkan darah. Hati dan pikiranku dipenuhi dendam dan makian. Aku tak mampu mengontrol diriku. Aku mengamuk sejadi-jadinya.

Gambar film selanjutnya yang kulihat adalah diriku sendiri dalam keadaan yang paling menyedihkan. Aku tak mau melakukan apapun sampai mungkin sekitar dua tahun. Kemarahan, kesedihan dan kehilangan terlalu pekat menyelimuti diriku. Aku hanya diam di rumah sendirian dan sebatang kara. Aku sering kehilangan kesadaran karena terlalu banyak melamun dan memaksa berpasrah diri menerima segalanya. Aku tidak sempat lagi memikirkan kuliahku atau apapun tentang diriku. Aku jarang keluar rumah, menyalakan lampu ketika malam, atau bahkan mandi dan makan sekalipun. Aku tidak peduli lagi.

Tiba-tiba suara klakson mobil yang lewat di depanku menyadarkanku dari lamunan-lamunan tentang masa laluku. Film yang berputar cepat di kepalaku itu berhenti. Akhirnya aku melihat Lila datang menujuku dari kejauhan. Ia tersenyum. Namun tubuhku telah diseret paksa beberapa petugas yang membawaku entah ke mana.

____________________________________________


Musim gugur lagi. Bangku-bangku taman dipenuhi daun-daun merah bata atau cokelat yang tak lagi bertahan di dahannya. Aku melihat semua penghuni duniaku ada di sekitarku. Di salah satu sudut halaman, sembilan anak didikku sedang sibuk bermain dan tertawa. Mereka tak pernah berhenti bermain. Di bangku taman di sudut lain halaman, Ibuku dan Tissa sedang mengobrol. Sekali-kali ibu merangkul Tissa dan ia tersenyum bahagia. Di pondokan di sudut halaman yang lain lagi, lima temanku sedang saling berbagi canda dan tawa. Bercengkrama khas sekumpulan laki-laki.

Aku menemukan diriku duduk di atas kursi roda. Padahal tidak ada yang salah dengan kakiku atau anggota tubuh manapun dari diriku. Aku mengenakan pakaian berwarna biru muda polos, sama baju dan celananya. Aku mengenakan sandal seperti sandal hotel. Di belakangku ada Lila. Dia yang mendorong kursi rodaku mengelilingi halaman sore ini. Sesekali dia berhenti, lalu kami tertawa-tawa melihat tingkah orang-orang lain, ibuku, adikku, anak-anak didikku, dan teman-temanku. Ketika dia menghentikan kursi rodaku, dia selalu memelukku dari belakang.

"Mas, ayo diminum dulu obatnya. Sudah waktunya minum obat."

Seorang perempuan lain berseragam terusan selutut warna putih menghampiriku. Seketika duniaku yang musimnya selalu gugur hilang. Orang-orang terbaik penghuni duniaku lenyap dari pandanganku. Aku masih duduk di atas kursi roda dengan pakaian biru muda baju dan celananya. Hari masih sore. Di sekelilingku, aku melihat banyak orang dengan bermacam-macam perilaku yang aneh dan lucu.

Aku lalu meminum obatku.



Untuk dia... Ya, D I A !
Untuk dia yang memegang tanganmu erat setelah dengan berat hati ku lepas
Untuk dia yang sekarang menjadi ceritamu 
Untuk dia yang menyelamatkanmu dariku, atau mungkin tidak
Untuk dia yang dalam anganku akan tersenyum manis denganmu di bingkai masa depan

Untuk mu... Ya, K A M U !
Untuk mu yang tiada hentinya menghujat diri
Untuk mu yang sesekali membisikan kata rindu di telingaku
Untuk mu yang hanya ingin menjalani 
Untuk mu yang menorehkan kenangan kemudian membiarkan ku menguburkannya, sendiri

Untuk ku... Ya, A K U !
Untuk ku yang tidak berhentinya menangis
Untuk ku yang menghapus semua jejak, tapi masih lekat dalam ingatan
Untuk ku yang berharap satu jengkal keajaiban
Untuk ku yang berdiri kemudian jatuh lagi dan sudahlah... aku lelah


Aku... dengan potret dalam pigura berjudul masa lalu....
mengukir peluh, mencari di mana kebahagiaan yang terbingkai itu...
tapi akhirnya aku sadar satu hal,
yang aku temukan bukan aku...
melainkan dia, dalam senyum baru berjudul masa depan. 


“Aku tidak pernah mengerti akan filosofi dalam sebuah warna. Apalagi alasan kenapa traffic light itu berwarna MERAH, KUNING, dan HIJAU. Yang aku tau, sampai detik kamu pergi, aku masih setia mengamatinya”

Semuanya masih tetap sama. Posisi, detik bahkan intensitas kerusakannya. Dan aku pasti akan selalu kembali ke tempat ini. Tempat yg tidak pernah terlintas sebelumnya tapi malah memberikan kesan paling dalam dan nyata di hidup.

***

“dan kenapa lampu merah disini selalu lama. Tau gitu kan tadi lewat sana aja, males banget” kataku sambil memperbaiki posisi duduk “sabar sayang, toh tokonya kan tinggal belok. Lagian aku suka lampu merah ini. posisinya pas” yaa, ini jawaban yg sama setiap hari, terhitung dari hari aku menjadikannya sebagai perempuan di hidupku.

Perempuan itu adalah Kinanti. Seorang yg sederhana namun menarik. Tidak ada hal spesifik yg bisa membedakannya dengan perempuan lain kecuali ketertarikannya pada sebuah traffic light terlama dan sering rusak di salah satu pertigaan jalan di daerah kami.

Menurutnya hidup itu Traffic Light; Merah, Kuning, dan Hijau. Hidup yg jadi itu bukan Hitam, abu-abu, maupun putih karna itu hanya perwakilan dari sebuah bentuk keabstrakan pencarian jati diri. Kita hanya punya tiga pilihan, BERHENTI, BERSIAP, dan BERJALAN. Yaa, semoga tidak terjadi kesalahan karna sudah pasti akan ditangkap polisi. Hal ini berarti segala sesuatu memang harus fokus dan hati-hati. Kemudian berani bergerak dengan kelengkapan yg sesuai.

Manusia bebas memilih warnanya. Karena sesungguhnya hidup itu pilihan dan keberanian adalah kunci. Setiap yg berani memilih harus berani menerima konsekwensi.

***

“Ibu, pesanannya udah jadi ?” Tanya Kinanti kepada Bu Arni pemilik toko kue yg kami pesan. “udah mba kinan. Ini lagi dibungkus. Ibu lebihin 5 yaa” jawabnya ramah. Kinan mengambil bungkusan kue dari tangan Bu Arni sembari tersenyum dan berterima kasih.

Kami mengantarkan kue-kue tersebut di sebuah panti asuhan. Sudah merupakan tradisi keluarga besar mereka untuk selalu memberikan makanan kepada yatim piatu setiap bulannya. Keluarga kinanti adalah keluarga dermawan yg cukup terpandang. Ayah dan Ibunya merupakan pengusaha kayu ternama. Adat istiadat mereka masih sangat kental. Berbeda jauh denganku yg notabennya besar dari keluarga pengusaha ekspedisi dengan kehidupan kebarat-baratan.

***

Aku kembali terjebak di lampu merah favorit kinanti setelah mengantarkannya pulang. 150detik bukan waktu yg sebentar untuk menunggu jalan. tiba-tiba ponselku berdering, nada pengingat pesan dari nomor yg aku hafal benar. Isinya singkat dan jelas

“there’s something I wanna tell you. Kita ketemu di tempat biasa. I’m on my way”

Jantungku berpacu lebih cepat dari biasanya. Hal yg selalu ingin kuhindari tapi yakin cepat atau lambat akan terjadi. Aku memutar haluan kemudian melaju ke sebuah cafe untuk bertemu si pengirim sms.

Dia ada di sana. Duduk dengan dua cangkir kopi di hadapannya. Aku menghampirinya, memberikan kecupan manis di pipinya kemudian dengan tenang duduk tepat di depannya.

“apa kabar, tha ?” sapaku “berhenti basa-basi busuk, sa. Aku jauh-jauh kesini bukan untuk basa-basi. You know what I’m doin’ for almost 2 years, right ? sekarang aku malah denger kabar kamu pacaran sama kinanti. Are you insane ?” “okay, aku tidak akan melakukan pembelaan apa-apa, kabar yg kamu dengar itu benar dan…” “dan apa ? dan kamu mau bilang kalo kamu menyayanginya sedangkan kamu sendiri tau kenyataan hidup kamu kayak apa ? Aku berkorban, Sa. Aku rela mengasingkan diri selama 2 tahun dan ini yg aku dapat ? kamu jahat” “biarkan aku menyelesaikan ini. hubungan kami pun belum lama. Aku yakin Kinanti bisa mengerti, kamu tau aku juga berfikir keras untuk semuanya”

Pembicaraan kami berlangsung cukup lama. Banyak hal penting yg kemudian aku dan Agatha sepakati sebagai sebuah pilihan. Berat memang tapi ini yg paling baik.

***

5 hari kemudian..

Waktu menunjukan pukul 00.00 ketika Kinanti bersih keras untuk bertemu di traffic light favoritnya. Ia duduk di sebuah kursi jalan yg menghadap langsung ke traffic light, aku menghampirinya memberikan kecupan hangat di keningnya. Ia memandangiku sekali kemudian tersenyum dan kembali melihat ke arah traffic light

“aku…” “sssttttt, diam saja dulu. Aku tau apa yg terjadi dan aku tau cepat atau lambat ini semua bakalan ada. Aku cuma ingin membuatmu merasakan kesan yg sama akan tempat ini sebelum kamu benar-benar pergi dan melupakannya”

Ia menarik nafas panjang, memejamkan mata seolah-olah sedang melakukan sebuah proses penenangan diri terampuh.

“Agatha datang kapan ?” tanyanya tenang “sabtu kemarin” “jadi bagaimana wajahnya ? mirip kaukah ?” Pertanyaan Kinanti benar-benar menamparku. Aku ingin dia memakiku, meludahiku, memukuliku bahkan mungkin menendangku. Tapi kenapa dia malah setenang ini menghadapi semuanya ? seolah dia tidak tersakiti, dia tidak mati.

“kenapa kamu bisa setenang ini, kinan ? bilang sama aku kalau kamu marah, bilang kalau kamu sakit, bilang kalau kamu membenciku ?” “aku marah, aku sakit, tapi aku tidak bisa membenci. Semua orang tau cerita tentang kamu dan Agatha. Bahkan sampai hari kepergiannya hingga pada beberapa bulan kemudian kamu datang padaku dengan ketulusan yg aku percaya 100 persen, aku tau saat ini pasti datang” Ia menyenderkan kepalanya di bahuku “aku percaya dan yakin kamu sayang aku. Aku percaya dan yakin kalau mungkin waktu bisa kembali, kamu akan lebih memilih mengenalku dan aku percaya dan yakin bahwa semua hal telah tertulis termasuk cerita kita. Aku menjadikan tempat ini favorit bukan tanpa alasan. Aku percaya kemudian meyakini bahwa dari sebuah tempat menyebalkan pasti ada satu sudut menariknya. Begitulah traffic light yg selalu dikeluhkan ini” Ia berdiri, menggariskan sebuah senyum di bibirnya yg aku yakini pasti sebagai senyum perpisahan “aku tidak akan menganggapmu orang jahat. Aku juga memilih, memilih untuk meninggalkan tempat ini. Terima kasih untuk pengalaman satu tahun yg manis. Aku bahagia. Give a hug for Agatha and your little bear”

***

Itulah hari terakhir kali aku bertemu dengan Kinanti. Sudah lebih dari 5 tahun aku tidak mendengar kabarnya. Terakhir yg aku dengar, dia bekerja di seorang Perancang Busana Indonesia Ternama di Paris dan kemudian menetap disana.

Aku duduk pada posisi yg sama persis dengan 5 tahun lalu ketika kami berpisah. Hidup itu MERAH, KUNING, HIJAU. Siap-siap itu selalu ditengah antara berhenti atau berjalan. Jadi sebelum kita memilih untuk berhenti atau berjalan kita harus selalu siap. Bahwa segala kemungkinan bisa saja terjadi tanpa disadari. Semua itu hukum alam.

Tak ada yg pernah menyangka bagaimana aku mengirimkan pacarku untuk mengurus kelahiran bayi kami di negeri orang selama 2 tahun, kemudian aku membuka suatu lembar cerita baru dengan seorang gadis sederhana bernama Kinanti. Dia merubah pandanganku tentang bagaimana hidup yg kuat dengan impian. Bukan selalu berpatokan pada kenyataan dan mengikuti setiap arah gerak bumi. Kinanti meninggalkan banyak hal. Terutama pelajaran berharga tentang mensyukuri setiap pilihan dan kejadian yg ada walau berjalan tidak sesuai rencana.

Apa kabar kinanti ? aku merindukanmu…

Kamis, 30 Mei 2013


Don't You Remember | Adele



When will I see you again?
Kapan aku akan bertemu denganmu lagi?
You left with no goodbye, not a single word was said,
Kau pergi tanpa ucapkan selamat tinggal, tanpa sepatah katapun
No final kiss to seal any seams,
Tanpa kecupan terakhir 'tuk akhiri kebersamaan
I had no idea of the state we were in,
Aku tak tahu apa yang terjadi di antara kita

I know I have a fickle heart and bitterness,
Aku tahu hatiku plin-plan dan tak menyenangkan
And a wandering eye, and a heaviness in my head,
Dan mataku tak mau diam, dan kepalaku penuh masalah

CHORUS
But don't you remember?
Tapi tak ingatkan kau?
Don't you remember?
Tak ingatkah kau?
The reason you loved me before
Alasanmu dulu mencintaiku
Baby, please remember me once more,
Kasih, ingatlah aku sekali lagi

When was the last time you thought of me?
Kapan terakhir kali kau memikirkanku?
Or have you completely erased me from your memory?
Ataukah kau telah sepenuhnya menghapusku dari ingatanmu?
I often think about where I went wrong
Sering kuberpikir dimanakah salahku
The more I do, the less I know,
Semakin banyak yang kulakukan, semakin sedikit yang kutahu

But I know I have a fickle heart and bitterness,
Namun aku tahu hatiku plin-plan dan tak menyenangkan
And a wandering eye, and a heaviness in my head,
Dan mataku tak mau diam, dan kepalaku penuh masalah

CHORUS

Gave you the space so you could breathe,
Kuberi kau ruang agar kau bisa bernafas
I kept my distance so you would be free,
Kumenjauh agar kau bisa bebas
And hope that you find the missing piece,
Dan kuberharap kau kan temukan kepingan yang hilang itu
To bring you back to me,
Yang kan membawamu kembali padaku

CHORUS

When will I see you again?
Kapan aku akan bertemu denganmu lagi?
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...